Benteng Rotterdam: Sejarah dan Fungsi – Fort Rotterdam (Benteng Rotterdam) atau Benteng Ujung Pandang (Jum Pandang) adalah sebuah benteng peninggalan Kerajaan Gowa-Tallo. Letak benteng ini berada di pinggir pantai sebelah barat Kota Makassar Sulawesi Selatan.
Pada tahun 1545, benteng ini dibangun oleh Raja Gowa ke-9 yang bernama Daeng Matanre candy bonanza Karaeng Tumapa’risi’ Kallona. Situs ini kemudian diserahkan kepada VOC Belanda di bawah Perjanjian Bungaya 1667 untuk diduduki.
Awalnya, benteng ini berbentuk segi empat seperti ciri khas benteng Portugis. Namun, ketika Kerajaan Gowa-Tallo menyerah setelah menandatangani Perjanjian Bongaya pada abad ke-17, Benteng Fort Rotterdam jatuh ke tangan Belanda dan dibangung kembali oleh VOC menjadi seperti sekerang ini.
Berikut pembahasan Benteng Rotterdam, Sejarah dan Fungsi.
Baca Juga: Mengenal Tempat Bersejarah Colosseum Roma
Sejarah Benteng Fort Rotterdam
Benteng Fort Rotterdam sebelumnya adalah peninggalan Kerajaan Gowa-Tallo dragon tiger yang bernama Benteng Jumpandang atau Benteng Ujung Pandang.
Pada awalnya, benteng ini dibangun dengan material berupa tanah liat. Kemudian pada 1634, ketika periode pemerintahan Sultan Alauddin, konstruksi benteng ini diganti menjadi batu padas yang bersumber dari Pegunungan Karst di daerah Maros.
Benteng Ujung Pandang mengalami kerusakan fatal akibat serbuan VOC di bawah pimpin Cornelis J. Speelman antara 1655-1669.
Kala itu, Kerajaan Gowa-Tallo yang diperintah oleh Sultan Hasanuddin, terpaksa menyerahkan Benteng Ujung Pandang kepada Belanda.
Penyerahan ini adalah bagian dari Perjanjian Bongaya yang terpaksa ditandatangani Sultan Hasanuddin setelah kalah dalam Pernah Makassar.
Setelah jatuh ke tangan Belanda, Benteng Ujung Pandang kemudian diganti namanya menjadi Benteng Fort Rotterdam, sesuai nama tempat kelahiran Speelman.
Speelman kemudian membangun kembali benteng yang sebagian bangunannya telah hancur dengan gaya arsitektur Belanda.
Sejak saat itu, Benteng Fort Rotterdam menjadi pusat kekuasaan kolonial Belanda di Sulawesi.
Fungsi Benteng Fort Rotterdam
Benteng ini merupakan salah satu dari 15 benteng pengawal yang dibangun oleh Kerajaan Gowa-Tallo untuk menangkal invasi Belanda.
Benteng-benteng tersebut membentang dari utara hingga selatan dengan benteng utamanya yaitu Benteng Somba Opu.
Akan tetapi, kini hanya Benteng Fort Rotterdam yang kondisinya relatif utuh karena benteng-benteng lainnya telah dihancurkan Belanda.
Sepanjang sejarahnya, Benteng Fort Rotterdam memiliki beragam fungsi sesuai dengan keadaan zaman.
Sejak jatuh ke tangan Belanda hingga 1930-an, benteng ini difungsikan sebagai markas komando pertahanan, kantor pusat perdagangan, kediaman pejabat tinggi, dan pusat pemerintahan.
Salah satu peristiwa bersejarah penting yang terjadi di Benteng Rotterdam adalah digunakan sebagai tempat untuk menawan Pangeran Diponegoro sejak 1833 hingga wafatnya pada 8 Januari 1855.
Di tempat inilah, Pangeran Diponegoro menyusun catatan tentang budaya Jawa, misalnya wayang, mitos, sejarah, dan ilmu pengetahuan.
Benteng Fort Rotterdam juga pernah digunakan sebgai kamp tawanan perang Jepang selama Perang Dunia II.
Ketika masa pendudukan Jepang (1942-1945), benteng ini digunakan sebagai pusat penelitian ilmu pengetahuan dan bahasa.
Pada 1945-1949, Benteng Fort Rotterdam kembali beralih fungsi menjadi pusat kegiatan pertahanan Belanda dalam menghadapi pejuang-pejuang Indonesia.
Kemudian pada 1970-an, benteng ini dipugar secara ekstensif dan sekarang menjadi pusat budaya, pendidikan, tempat untuk acara musik dan tari, serta tujuan wisata bersejarah.
Salah satu gedung di dalam kompleks beneteng ini difungsikan menjadi Museum Provinsi Sulawesi Selatan bernama La Galigo, yang menampilkan beragam benda bersejarah, manuskrip, patung, keramik, dan pakaian tradisional.